Hai, ini curhat singkat dari seorang host yang suka kebagian tamu lucu, tamu lempar handuk, dan juga tamu yang malah ngajak ngopi pagi. Kalau kamu lagi mau nyemplung jadi host Airbnb di kota-kota Indonesia—entah itu rame di Jakarta, santai di Yogyakarta, turis manja di Bali, atau mahasiswa kos-kosan di Bandung—nih beberapa pelajaran hidup yang aku kumpulin. Santai bacanya, kayak ngobrol sama teman sambil ngaduk kopi.
Pilih Lokasi: jangan cuma karena murah, pikir juga alasan tamu datang
Waktu pertama nyewa properti, aku sempat tergoda unit murah di pinggir kota. Ternyata, tamu lebih senang bayar sedikit lebih mahal kalau dekat stasiun, kafe, atau spot Instagram-able. Di Bali, lokasi dekat pantai dan warung makan siang itu emas. Di Jakarta, akses ke transportasi dan coworking space bikin tamu kerja jauh lebih betah. Jadi, cek alasan orang ke kota itu—bisnis, wisata, kuliah—baru deh tentukan lokasi.
Desain dan foto: jangan pelit sama pencahayaan
Foto itu magnet. Investasikan waktu dan sedikit modal untuk foto bagus, pencahayaan alami, dan dekor sederhana yang Instagrammable. Tanaman kering, bantal warna-warni, dan meja kopi yang rapi sering bantu naikkan pemesanan. Ingat, tamu nggak cuma sewa kasur—mereka sewa pengalaman. Jadi bikin profil listing yang bercerita: “Sarapan di teras sambil dengar suara becak” terdengar lebay, tapi kerja juga.
Tips sehari-hari: bersih itu wajib, tapi gak usah lebay
Pernah ada tamu yang tinggalkan apartemen kayak baru dirampok. Sejak itu aku buat checklist bersihin: seprai bersih, lap semua permukaan, sampah dibuang, dan cek plang kecil ‘rules’ di meja. Sewa jasa laundry lokal buat linen, dan punya stok sabun, sikat gigi travel, dan air mineral itu small touch tapi bikin review positif. Jangan lupa juga semprot wewangian ringan—jangan sampai bau amis bekas makanan menjadi kenangan sedih tamu.
Automasi dan tetangga: hidup lebih mudah kalau pinter nge-set
Gunakan sistem pesan otomatis untuk welcome message, instruksi check-in, dan info emergency. Aku pakai template yang ramah tapi singkat: lokasi parkir, password Wi-Fi, dan rekomendasi warteg terdekat—penting! Kalau kamu nggak bisa selalu standby, pertimbangkan co-host atau layanan manajemen. Eh, ngomongin tetangga juga penting: beri tahu mereka kalau ada tamu, nomor kontak, dan janji jaga ketenangan. Tetangga yang adem akan bantu pas ada masalah kecil.
Kalau butuh platform manajemen, cek juga anchorbnb buat ngebantu sinkronisasi kalender dan pembayaran—sulit kalau masih manual, apalagi kalau kamu pegang beberapa unit di kota berbeda.
Strategi harga: naik turun itu wajar, tapi jangan bikin tamu kaget
Di kota besar, harga harus dinamis. Akhir pekan, event lokal, dan libur nasional bisa bikin harga melonjak. Namun, jangan tiba-tiba pasang harga tinggi tanpa alasan—tamu benci kejutan. Gunakan tools pricing atau lihat kompetitor di area yang mirip. Kalau low season, beri diskon mingguan supaya occupancy tetap oke.
Peraturan lokal dan pajak: serius tapi gampang
Setiap kota beda aturan. Ada yang ketat soal izin usaha penginapan, ada yang santai. Jangan main-main sama pajak—registrasi legal itu bagian penting supaya gak ada masalah ke depan. Kalau bingung, tanya dinas pariwisata setempat atau minta bantuan akuntan kecil-kecilan. Bayar pajak dengan jujur itu bikin tidur lebih nyenyak.
Review dan repeat guests: rawat hubungan
Respon review itu senjata. Ucapin terima kasih, akui kesalahan kalau ada, dan jelasin langkah perbaikan. Kalau tamu puas, tawarin diskon untuk kunjungan berikutnya atau minta mereka follow akun IG tempatmu. Repeat guests itu lebih murah daripada cari tamu baru—mereka juga sering bawa vibes positif dan review cakep.
Akhir kata, jadi host itu bukan cuma soal buat duit. Ini soal cerita, interaksi manusia, dan belajar ngatur rumah untuk orang lain. Ada hari yang bikin greget, ada juga yang bikin ngakak. Nikmati prosesnya, catat pelajaran, dan kalau capek, ngopi dulu—esok masih ada tamu baru dan cerita baru lagi.